Jumat, 05 Agustus 2016

Masalah Hidup Rumah Tangga Dalam Budaya Lamaholot



Kehidupan masyarakat lamaholot sangat berkaitan erat antar suku dan budaya setempat.  Dalam hukum adat budaya Lamaholot dikenal dengan istilah de’de’. Ini artinya seseorang yang membuat kesalahan maka akan mendapat hukuman adat dengan membayar bebagai tuntutan adat berupa anting adat, gelang  gading maupun gading itu sendiri, menurut besar kecilnya suatu kesalahan yang dilakukan. Dengan demikian masyarakat Lamaholot sangat mematuhi hukum adat  itu sendiri dalam hidup bermasarakat.

Beberapa contoh kasus yang dapat kita ketahui dalam hukum adat Lamaholot. Apabila seorang pria melakukan perbuatan moral yakni menghamili seorang gadis dalam pranikah maka, ia harus membayar sejumlah barang adat sebagai bentuk hukuman karena telah melakukan pelanggaran adat perkawinan pranikah.

Ada pula pelanggaran yang dilakukan jika seseorang mencuri barang milik orang lain dan diketahui,  baik  oleh pemilik barang ataupun yang bukan pemilik barang.  Hukuman yang akan ia dapat adalah sangat berat karena,  ia akan membayar kerugian orang lain dengan cara akan diarak keliling kampung dengan membawa hasil curian. Bahkan namanya akan diumumukan di atas mimbar kantor desa atau di dalam mimbar rumah ibadah. 

Satu hal yang sangat ditakuti masyarakat adalah santet, ini hal yang sudah berulang kali terjadi jika diketahui maka, kepalanya akan dipenggal sebagai hukuman. Pelaku akan membawa kepala sikorban/santet dan menyerahkan ke kantor polisi. Polisi lari melihat hal ini namun, pelaku merasa ini hal biasa dan ia siap untuk menerima hukuman yang akan ia terima. Ada juga hal sepele yang mungkin bagi masyakat yang lain tidak adamasalah yakni membuat orang tersinggung dengan mengejek dengan kata-kata maki dalam sebutan puki mai

Ini sangat berbahaya karena bisa saja kepala  dipenggal karena mengejaknya bersama mama/ibu. Alasannya sederhana karena ia dilahirkan oleh seorang ibu yang sangat di hormati jika bermain gila cukup sebut namanya jangan membawa nama orangtua apa lagi nama seorang ibu. Ini hal yang dianggap sepele namun sangatlah bertentangan dengan nilai moral bagimasyrakat Lamaholot.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Lamaholot tidak membedakan siapapun dan dari golongan manapun. Semua orang memiliki hak dan martabat yang sama sebagai makluk ciptaan Tuhan, Lera wulan tana ekan. Jalan kita memang berbeda namun, hanya punya satu tujuan yang sama yakni pada yang memberikan kehidupan itu sendiri.  Karena itu dalam budaya dan adat masyarakat lamaholot memegang prinsi kebebasan pribadi tanpa paksaan. Kebasan dalam memilih hidup untuk memeluk suatu agama tanpa ada paksaan dan ini sudah terbentuk sejak nenek moyang sampai kini. 

Kita mengambil satu contoh kehidupan sosial bermasyarakat dalam budaya lamaholot.
Dalam sebuah keluarga memiliki kebebasan hidup masing-masing tanpa, ada paksaan dari siapapun untuk menentukan pilihan hidup untuk memilih suatu agama.  Ini merupakan satu adat dan kebiasaan dalam budya lamaholot yang sudah diwariskan sejak nenek moyang. Kebebsan dalam memilih agama dan kepercayaan bagi masing-masing orang dan ini bukan hal baru bagi masyrakat lamaholot. 

Sebuah keluarga dari kalangan Muslim tidak memaksakan keluarganya untuk memilih hidup sebagai muslim begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka banyak peristiwa yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan dengan kedok agama dalam budaya lamaholot akan sia-sia karena budaya lamaholot hidup dalam kesatuan suku dan budaya Lamaholot.

Salah satu contoh budaya yang dibangun selama ini adalah hari-hari raya keagamaan. Jika keluarga yang merayakan Natal/Paskah maka, yang menjadi petugas keamanan bukan dari kalangan Kristen namun, dari Remja Mesjid yang menjadi petugas  dan bertanggungjawab atas keamanan pada hari raya yang berlangsung  begitupun sebaliknya jika Hari raya Idul Fitri. 
Bahkan ada juga kegiatan-kegiatan keagamaan yang di meriahkan bersama sebagai ujud kebersamaan dalam kehidupan sosial.


 Ketua Rombongan qasidah di dampingi Pastor Paroki Wangatoa Rm Wens, mengalungkan selendang pada Bp Uskup Larantuka  Frans Kopong Kung Pr  dalam acara pemberkatan rumah

Dan bukan itu saja bayak saudara muslim memiliki keluarga yang menjadi Rohaniawan, dan saat perutusan keluarga sendiri yang memberikan dukungan bagi anaknya dalam perayaan itu. Dan ini bukan hal yang luar biasa bagi masyarakat Lamaholot namun, bagi masyrakat  Lamaholot ini hal yang bias-bisa saja. Semua orang punya hak tanpa harus dipaksakan biarkan ia memilih sesuai hati ruraninya sendiri.


Oleh karena itu dalam pola hidup rumah tangga dan budaya Lamaholot sangat dijujunjung tinggi nilai-nilai moral yang sudah tertanam sejak keluarga itu dibangun dengan beragam tuntutan adat dan budaya Lamaholot.
Kehidupan ekonomi keluarga dalam budaya lamaholot dibawah garis kemiskinan namun,  dengan pola hidup kekeluargaan yang erat sehingga masyarakat merasa hal ini tidak menjadi masalah dalam hidup. Untuk mengatasi masalah ekonomi dalam hidup berumah tangga masyrakat pada umunya bercocok tanam dengan lahan yang berpindah-pindah. Ini akibat dari curah hujan yang sangat rendah akabit keadaan alam tropis. Rata-rata  dalam setahun musim hujan hanya berkisar antara tiga samapi empat bulan.

Dengan keadaan alam seperti ini sehingga banyak keluarga yang baru terbentuk memilih untuk mencari nafkah, untuk membiaya hidup ekonomi keluarga dengan merantau ke luar negeri. Dalam mengatasi masalah ekonomi sang suami pergi merantau meninggalkan istri dan anak-anak bertahun-tahun bekerja dan membiaya kehidupan rumah tangganya.
Saat sang suami meninggalkan keluarga untuk merantau, yang menjadi kepala keluarga adalah istrinya dimana, segala urusan menjadi tanggung jawabnya. Dan bagi suku Lamaholot istilah perceraian tidak ada,  satu sampai mati dan ini menjadi budaya bagi masyarakat lamaholot dengan tuntutan adat yang tertanam. 

Oleh karena itu seorang wanita sangatlah dihormati karena perannya begitu besar yakni sebagai istri bagi anak-anak dan juga sebagai kepala keluarga jika sang suami meninggal ataupun merantau. 
Keadaan ekonomi bukan menjadi satu ukuran bagi masyarakat lamaholot,  yang terpenting  adalah mempunyai prinsip dan tanggungjawab bagi kehidupan keluarga yang telah ia bangun.
Harta bukanlah ukuran dalam hidup namun, apa yang hendak anda buat untuk orang lain itu yang terpenting karena, hidup itu lebih penting dari pada harta yang hendak dikumpul karena, dimana hatimu berada disitu hartamu berada semuanya hanyalah sementara di dunia ini.

Pola pikir dan prinsip hidup dalam buadaya Lamaholot telah tertanam pada nilai-nilai moral hidup yang dijalankan. Masalah yang timbul dalam ekonomi hidup keluarga hanyalah sebuah masalah keluarga antara suami dan istri. Dalam hal ini masalah yang timbul dalam keluarga dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik seperti hanya dalam budaya timur dimana masalah harus diselesaikan dalam keluarga dan tidak melibatkan orang lain. 
Banyak kejadian yang timbul akibat pengaruh luar untuk memecah belah persatuan dengan berkedok agama atau suku namun,  budaya lamaholot tidak terpengaruh dengan pengaruh seperti ini. Masyarakat Lamaholot sudah mengenal akan nilai-nilai moral dalam suku, adat dan budaya. 

Jika masalah yang timbul untuk memecah belah persatuan maka pelaku yang membuat masalah, malahan akan menjadi momok karena akan dihakimi oleh masyarakat. Kerukunan hidup menjadi junjungan dalam adat dan budaya Lamaholot, tan tou.
Soga gere suku lamak tan kiri ehak,  tite  ina, ari no binek tani maya tapi balik rae lewo, bera balik lango titen tan ge’ria ina, no ari tite.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar