Masyarakat
Flores dan Lembata memiliki adat dan budaya perkawinan yang sama yang dengan merbagai masalah dan kebisasaan yang disebut
budaya Lamaholot/atakiwan. Dalam seremonial adat Perkawinan hingga saat
ini masih berjalan sesuai dengan ritus dan
budaya yang di wariskan nenek moyang hingga kini dan terpelihara dengan baik.
Ritus
adat perkawinan ini sangatlah beda dari ritus adat yang lain, sepert ritus
adat sukuran atas hasil panen yang masih
tetap terpelihara pada beberapa suku, sedangkan beberapa ritus adat sudah
tinggal nama, yakni ritus penanaman benih khusus untuk rumah adat.
Dimana yang hasilnya
nanti akan dijadikan untuk keperluan ritual adat oleh pemangku rumah adat. Ritus
ini sangatlah digemari oleh petarung-petarung handal yang boleh mengikutinya.
Karena ini adalah pertarungan hadok/tunju, tanpa menggunakan sarung tangan karena, memang
sarung tinju saat itu tidak ada dan apa yang terjadi? Banyak korban berjatuhan bahkan ada yang tak
sadarkan diri namun inilah arena dan kita dihargai hanya seikat ketupat yang
sudah dimasak itu piala penghargaan yang didapat. Beginilah budaya dalam arena hadok/tinju
dan aku sendiri menjadi pelaku saat itu dengan tiga kali kemenangan dan dua
kali kekalahan KO babak belur bro…ha.
Itulah
budaya di arena kebun adat saat benih sudah selesai ditanan untuk menghibur semua
orang karena musim tanam sudah selesai.
Jadi
dalam adat dan masalah budaya Lamaholot yang masih terpelihara baik hingga saat ini adalah
ritus adat perkawinan yang dapat
disebutkan beberapa seperti :
Pane
pemereng/Pergi minta; Peminangan resmi
dalam arti kedua pasanga lelaki dan wanita saling mencintai dan disetujui oleh
orangtua kedua belah pihak.
Bote
Kebara / Gendong wanita: Ini yang masalah yang sudah terjadi bisa orang sebut kawin paksa, wanita tidak mencintai
si pria namun orang tua dari si wanita menyetujui untuk dinikakan. Prosesnya tidaklah sulit apa bila siwanita
ditemukan dimana saja, ke pasar atau lagi ada dijalan si laki-laki langsung
menggendongnya dan membawah pulang kerumahnya dengan iringan music. Perkawinan
ini sudah tidak ditemukan lagi. Jika hal ini masih berlaku hingga saai ini maka
si prianya bukan pulang ke rumah namun berurusan dengan pihak kepolisian di
dalam sel karena melanggar hak asasi.
Halak
Rone; Perjodohan yang dilakukan oleh si pria tanpa kata-kata namun, hanya
menggunakan sarung tenunnya. Proses ini dilkukan seorang pria saat wanita sedang
menonton atau bercerita dengan temannya. Apa bila sarung yang dipakaikan pada
wanita yang ingin dinikahkannya dan tidak membuaang atau mengembalikan kepada
pemilik saat itu maka, ini pertanda
wanita menyetujui pernikahan dan itu tidak masalah. Dan jika sebaliknya sarung dibuang atau dikembalikan
maka itu pertanda wanita tidak menyetujui untuk menikah.
Kar
gewe/lari masuk; Dilakukan oleh seorang wanita yang mencintai seorang pria dan
mendatangi rumah dan bermalam. Apa bila pria menyetujui maka dari pihak wanita
akan mendatangi pihak lelaki untuk proses urusan adat. Dan apa bila pria tidak
menyetujuinya maka pihak laki-laki akan menghantar pulang tanpa ada urusan
adat.
Dekip
gerut; Dilakukan oleh pria yang masuk dan tinggal di rumah wanita yang dicintai
dengan membawa sebilah pisau dan menyelipkan di depan pintu masuk rumahsi
wanita dan tinggal dirumah sampai pada akhirnya orangtua dari pihak wanita menyetujui
maka akan mendatangi rumah orangtua si pria untuk urusan adat.
Masalah adat dan BudayaLamaholot wanita sangatlah dihormati walaupun usianya masih kecil karena nilai
dari belis atau mas kawin dapat diukur dari gading gaja dengan besar ukuran
yang berbeda. Karena wanita itu lemah dan harus dijaga dan dihormati sebagai
manusia yang setara dan martabat. Semua
orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan suku, agama maupun budaya, dan kedudukan.
Ritus
adat Perkawinan telah berubah sesesai perubahan jaman dengan berbagai macam
cara untuk boleh berkeluarga namun nilai dari adat perkawinan itu tetap dijunjung
tinggi hingga saat ini.
Dalam
proses pembicaraan adat perkawinan,
kedua belah pihak akan berdiskusi dengan perantara/ juru bicara adat
dari kedua belah pihak dengan menetukan nilai dari belis yang menjadi tanggungjawab pihak laki-laki.
Jika
waktu pertemun sudah disepakati maka, juru bicara adat mengatur semua persiapan dimana pihak wanita akan
menerima kedatangan pihak laki-laki.
Dalam
pembicaraan adat perkawinan berlangsung
para ibu-ibu yang mendamping suami dan berdiri di belakang suaminya masing-masing
untuk menyiapkan segala keperluan barang adat yang akan diminta untuk
diperlihatkan diatas meja adat. Selama
dalam pembicaraan apabila belum ada kesepakatan maka, tidak boleh menyajikan
apapun untuk dimakan kecuali gulung tembako dan makan sirih pinang.
Dalam
proses pembicaraan adat berlangsung kedua orang tua kandung dua belah pihak
ditambah pria dan wanita yang akan melangsungkan perkawinan tidak akan makan
dan minum ditempat itu karena dilarang dan menjadi tradisi adat
hingga saat ini. Dan apa bila hal itu dilakukan maka akan ada resiko
adat yang akan dialami dalam hidup karena melakukan kesalahat adat. Dan ini
sangat dijaga karena berakibat pada penyakit yang akan diderit atau
kelangsungan hidup berkeluarga akan mengalami masalah yang berkepanjangan. Ini
yang disebut pelanggaran adat-istiadat dan untuk memulihkan pasti setelah ada
korban baru akan diketahui penyebab itu.
Ada
tiga jenis ketentuan belis yakni;
Anamihak; yakni gading yang akan diterima
oleh saudara laki-laki.
Airsusu mama berupa anting adat, gelang gading atau gading; ungkapan terima kasih
untuk ibu yang sudah melahirkan, merawat
dan menjaga anaknya hingga dewasa,
Kayopuken wai matan, berupa anting adat, gelang
gading atau gading; minta restu dan
berkat dari om. Sebutan Om adalah saudara laki-laki dari ibu si wanita, dengan tujuan agar kehidupan rumah tangga yang
baru akan dibangun selalu hidup bahagia.
Apa bila dalam kehidupan rumah tangga memiliki anak perempuan maka anak
laki-laki dari om berhak untuk mengambil kembali ( istilah adat gewalik hemei
wokol ) boleh dinikakan jika saling mencintai. Dan apa bila memiliki anak laki-laki maka akan dipanggil sebagai om.
Proses pernikahan ini di sebut sebagai pernikahan
tiga anak tungku.
Belis
dalam adat dan budaya Lamaholot berupa
gading dari taring gajah yang mana hewan gaja ini tidak pernah ada dan hidup di
daerah ini. Untuk memiliki gading sangatlah sulit untuk di dapat karena biaya sangatlah mahal yakni mencapai Rp. 85.000.000,- untuk saat ini.
Oleh
karena itu dalam budaya Lamaholot wanita bernilai tinggi dan sangat dihormati bukan karena harga dari
sebatang gading yang mahal namun, norma
dan budaya yang mengikat untuk saling menghormati dan menghargai terutama kaum wanita.
Peran seorang wanita dalam suku
sangatlah penting yakni sebagai symbol kasih sayang/belimut rayan bagi
masyarakat suku dalam mengabdikan diri pada suku.
Banyak
yang penilaian luar belis sangat mahal dan memberatkan pihak laki-laki namun,
kenyataan tidak ada yang untung ataupun rugi. Malah sebaliknya pihak wanita
menghargai anaknya saat meniggalkan rumahnya. Gading tidak dapat melayani
siapapun, harta bukan menjadi ukuran bagi seorang wanita namun, sikap saling
menghormati dan menghargai antar hubungan kedua suku terutama kaum wanita yang
memiliki harkat dan martabat yang sama.
si gadis menangis meninggalkan
rumahnya dengan tangisan,
Goe pia welik witi bala,
ra peten goe le take
ra sayang bala rae.
Saudaranya akan menghantar
kepergian saudarinya dengan pesan harapan dalam syair lagu;
Rete ro kae binek rete ro kae,
soron opum bala binek goe ro rete
ro kae,
peten gole take binek peten gole
take,
go sayang e e.. go sayang e…
benik peten –peten gole take.
Terima kasih Pak, blognya sangat bermanfaat buat proses kuliahku. Titip salam buat mama saya Ibu Min Tukan dan bapa saya Bapak Nenyamin Hurit dan orang2 Lamahora.
BalasHapusTerima kasih nanti saya sampaikan, kami satu lingkungan
Hapus